Categories
Begini Saja

Terpaksa Memutuskan

Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari artikel Edy Suhardono yang pertama kali dipublikasikan di Facebook Edy Suhardono, “TERPAKSA MEMUTUSKAN”, 16 November 2016.

Benarkah keputusan senantiasa dibuat dalam kebebasan kehendak? Tidak selalu.

Ketika digerakkan rasa takut dalam diri Anda, dengan sendirinya Anda memutuskan di bawah todongan atau ancaman tertentu. Kondisi terancam membangun keyakinan yang Anda landaskan pada pikiran tentang adanya “kuasa” yang dipastikan akan menindas Anda jika Anda tidak menyetujui tuntutan. Kekuatan yang Anda bayangkan sebagai ancaman inilah yang disebut KUASA KOERSIF, yakni kuasa yang memaksa Anda mengarahkan pikiran hanya pada konsekuensi negatif yang menakutkan jika Anda menolak tuntutan, sehingga Anda pun harus memutuskan tanpa kebebasan kehendak.

Kuasa koersif selalu disertai ancaman dan demo kekuatan (baca: bukan kekuatan demo) yang berada di bawah kendali individu atau kelompok kecil superior. Ancaman terkena tindak kekerasan, meski Anda tak mengalami secara langsung, jauh lebih efektif dalam membentuk keyakinan Anda tentang kekuatan riil dari pihak yang mengancam keselamatan dan hidup Anda. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku Anda sebagai pihak yang terancam memang tidak harus pernah Anda alami sendiri, tetapi cukup melalui proses internalisasi dalam kesadaran Anda atas kebrutalan tertentu.

Keyakinan tentang berbagai kebrutalan yang sengaja dipertontonkan menjadi kontrol yang jauh lebih efektif terhadap perilaku Anda dibandingkan dengan pemahaman dan pengetahuan Anda tentang siapa pihak yang sedang mengancam Anda. Sebagai misal, “hukuman rajam tanpa pengadilan” menjadi perkakas disiplin sosial yang dimaksudkan untuk mengguratkan kesan dalam kesadaran Anda bahwa, meski Anda bukan korban langsung yang akan mengalami, semua yang Anda lihat atau dengar memiliki peluang besar untuk Anda alami.

Ancaman -implisit atau eksplisit- efektif mempengaruhi perilaku Anda sebagai pihak atau bagian dari dari kelompok yang disasar. Bukan kebetulan jika dipertontonkan kekuatan fisik yang menimbulkan kesan biadab, seperti pemboman dengan korban balita Intan di Samarinda, atau kekuatan yang dipertontonkan secara selektif, seperti perlakuan yang memati-kutukan sosok Ahok yang selama ini dianggap tak tertundukkan.

Perkakas yang diperlukan untuk melaksanakan ancaman biasanya bersifat berat, sistematis, dan harus segera tersedia; meski tidak kredibel, apalagi realistik. Karenanya, ketepatan target harus dipastikan terlebih dulu, kecuali pihak pengancam terpaksa harus menindaklanjuti ancaman atau tuntutan yang lebih besar -seperti ancaman demo akbar 25 November- atau pengancam berisiko kehilangan kredibilitas jika harus membuat tuntutan lebih besar lagi di masa depan.

Ancaman yang efektif niscaya menghasilkan ketakutan baik terhadap sasaran perorangan atau kelompok, gilirannya ketakutan yang ditumbulkan ini mendorong sasaran berperilaku sedemikian rupa sehingga pihak terancam dinyatakan tidak akan melanjutkan tindakan atau niatannya.

Di pihak pengancam, ancaman yang dikreasikan sebenarnya juga merupakan batasan bagi diri atau tindakan di masa depan. Makin meleset pengancam menggunakan tindakan dalam mengeksekusi ancamannya, makin besar rasa ketakutan dalam dirinya bahwa yang akan terjadi adalah pembangkangan dan ketidakpatuhan.

Pengancam cenderung mengedepankan pelaksanaan konsekuensi dengan logika “take it or you perish” (ambil atau Anda musnah), di mana pengancam membatasi kesempatan pada pihak sasaran untuk hanya menerima tuntutan di bawah ancaman pemusnahan.

Lantas, bagaimana agar keputusan Anda tetap berada dalam kebebasan kehendak? Anda harus sampai pada pernyataan “Siapa takut?”. Untuk menyatakan “siapa takut?”, ada beberapa terobosan.

Pertama, Anda harus mampu meremehkan ancaman dengan cara menemukan satu atau lebih dimensi kekuatan nyata (dari sang pengancam).

Kedua, Anda harus mampu memberikan tekanan lebih besar pada pihak pengancam melalui pihak-pihak lain yang lebih berpengaruh terhadap pengancam.

Ketiga, Anda harus tidak tergoda untuk lebih mempedulikan keselamatan diri (SDM, selamatkan diri sendiri) dan golongan atau kelompok Anda daripada kesejahteraan, keselamatan dan kepentingan umum.

Dengan cara ini, Anda melakukan penggembosan ancaman yang dilontarkan pihak pengancam dan selanjutnya mengamputasi pengaruh dari pengancam.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

 

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *