Categories
Begini Saja

20 Cara Menangkal Disinformasi

Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari artikel Edy Suhardono yang pertama kali dipublikasikan di Facebook Edy Suhardono: 20 CARA MENANGKAL DISINFORMASI, 11 Agustus 2014.

Memenuhi permntaan beberapa kawan via inbox terkait perlunya siasat menanggapi disinformasi sebagaimana saya uraikan pada catatan sebelumnya (simak: https://www.facebook.com/notes/edy-suhardono/kekalahan-bukan-lawan-dari-kemenangan-tapi/10203203653870612), berikut adalah beberapa cara yang setidaknya saya praktikkan:

  1. Mengabaikan bahwa telah terjadi kecurangan atau kejahatan sebagaimana digempurkan via media sosial oleh pihak tertentu. Terlepas dari apa yang Anda tahu, berusahalah untuk tidak membahasnya. Dengan menganggapnya tidak pernah terjadi, Anda tidak harus berurusan dengan isu-isu.
  2. Jika Anda sulit mengendalikan amarah karena mempercayai isu-isu tersebut, sebaiknya jangan mempercayainya dengan menghindari membahas isu-isu kunci dan alihkan fokus pada isu-isu yang dapat digunakan untuk menunjukkan sisi kritis dari isu-isu tersebut.
  3. Kalkulasikan biaya psikologik yang Anda keluarkan. Hindari membahas masalah dengan cara menghitung semua biaya psikologik yang  harus Anda keluarkan untuk sebuah perhatian pada rumor dan tuduhan liar. Hal ini perlu dikerjakan justru karena masyarakat bisa belajar dari fakta-fakta melalui ‘rumor diperdebatkan’ tersebut dengan “pers diam”. Anda tidak perlu mengalkulasikan dengan parameter tentang “mana yang penting atau tak penting”, tetapi dengan paameter “mana yang perlu dan tak perlu”.
  4. Cari titik yang paling lemah. Cari atau temukan elemen argumen lawan yang tampak paling mudah Anda robohkan untuk mengesankan bahwa diri Anda lebih baik sementara lawan terlihat lebih buruk. Tujuannya adalah untuk menghindari diskusi tentang isu-isu itu. Misalnya, “Jadi Anda menyamakan antara berdoa dan memaksa Tuhan?”
  5. Temukan label yang menimbulkan konotasi pejoratif (bernuansa ejekan). Misalnya, Anda memberi judul isu yang Anda terima dengan label, seperti: ‘sayap kanan’, ‘neoliberal’, ‘sayap kiri’, ‘teroris’, ‘konspirasi jahat, ‘radikalitas’, ‘kaum milisi’, ‘pikiran rasis’, ‘paham agama fanatik’, ‘penyimpangan seksual ‘, dan sebagainya. Hal ini membuat orang segan memberikan dukungan karena takut mendapatkan label yang sama, dan Anda menghindari berurusan dengan isu tersebut.
  6. Pakailah taktik “Hit dan Run. Taktik ini terkesan “pengecut”, tetapi efektif untuk tujuan menangkal isu. Buat serangan singkat ke arah lawan yang diikuti dengan “log out” atau “sign out” dengan cepat sebelum muncul jawaban, atau cukup abaikan jawabannya.
  7. Lontarkan pertanyaan tentang motif lawan. Tunjukkan dengan fakta bahwa pembuat pernyataan atau lawan punya agenda pribadi yang tersembunyi atau bias lainnya. Hal ini untuk menghindari meruyaknya isu-isu berikutnya dengan menyibukkan pembuat pernyataan untuk berdefensif ria.
  8. Memainkan otoritas Anda. Buatlah klaim bahwa Anda memiliki kewenangan dengan menyajikan argumen jargonistik yang mengesankan bahwa Anda ‘orang yang tahu’. Anda cukup melontarkan “bunga api” tanpa membahas masalah atau menunjukkan secara konkret mengapa Anda menyebutkan jargon atau mengutip suatu sumber. Misalnya, “Apakah pernyatannya itu tidak justru menunjukkan bahwa ia sedang curang dengan tidak mengakui kecurangannya?”
  9. Pura-pura bodoh. Tidak perlu Anda pedulikan apa bukti atau argumen yang logis yang Anda tawarkan. Anda juga tak perlu mendiskusikan masalah selain menyodorkan argumen penolakan yang memiliki kredibilitas, masuk akal, menunjukkan bukti, mengandung logika tertentu, atau mendukung kesimpulan Anda.
  10. Unggah berita lama. Isu usang yang dapat melawan isu yang sedang diletuskan. Unggah saja dan Anda tak perlu  memberikan pembahasan.
  11. Gunakan contoh dari pengalaman pribadi atau fakta-fakta sepele untuk menunjukkan bahwa “tidak ada yang salah dengan kesalahan atau permasalahan yang sedang dibombardirkan”. Misal: “waktu kanak-kanak saya juga ngamuk dan merasa dicurangi seperti itu saat balon saya dipinjamkan ayah ke adik saya”.
  12. Cetuskan teka-teki yang tak memiliki solusi. Misal: ”Apa proses peradilan akan selalu menjamin rasa keadilan?” Hal ini menyebabkan si pembuat isu mengikuti pertanyaan Anda dan kehilangan minat lebih cepat pada isu yang lagi diolah tanpa harus mengatasi masalah yang sebenar sedang ia letuskan.
  13. Hindari diskusi tentang isu-isu dengan penalaran mundur atau dengan logika deduktif. Misalnya, “Apakah ada ayam bertelur yang tak berkotek?”
  14. Ajukan permintaan solusi yang lengkap. Hindari membahasa masalah dengan mengharuskan pencetus masalah memecahkan masalahnya sendiri. Misalnya: “Kenapa fokusnya bukan pencegahan Munas, tetapi pada pemecatan?”
  15. Cocokkan fakta dengan kesimpulan alternatif. Hal ini memerlukan pemikiran kreatif. Misalnya: “Dari langkah-langkah yang diambil, jelas sekali bahwa sebenarnya si penggugat mau menunjukkan kekalahannya”.
  16. Tanpa bukti dan saksi, Anda tidak perlu untuk menggubris masalah ini.
  17. Mengubah subjek. Ini merupakan salah satu taktik untuk membelokkan isu dengan komentar atau kontroversi dengan harapan mengalihkan perhatian ke hal lain. Misal: “Ngomong-ngomong, berapa anggaran yang dikeluarkan untuk memberi makan dan uang transport untuk demonstran sebanyak itu?”
  18.  Abaikan bukti yang disajikan dengan menuntut bukti lain yang lebih sahih. “Apa menguap itu menunjukkan bahwa ia mengantuk? Sekian banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa menguap adalah indikasi dari kebosanan”.
  19. Sodorkan sebuah kebenaran baru. Manfaatkan keahlian Anda sendiri, kelompok Anda, penulis Anda, pemimpin Anda atau pengaruh yang sudah ada untuk membentuk pandangan baru melalui penelitian ilmiah, investigasi, atau kesaksian yang mendukung.
  20. Lenyapkan atau hapus isu itu. Dalam sosial media hal ini lebih mudah dilakukan dengan melakukan remove, block, atau unfriend.

Anda mau mempraktikkan?  Silahkan. Atau mau menambahkan? Dengan senang hati.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *