Categories
Begini Saja

Kenapa Anak Kurang Cerdas Matematika?

Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari artikel Edy Suhardono yang pertama kali dipublikasikan di Facebook Edy Suhardono, “Kenapa Anak Kurang Cerdas Matematika?”, 4 Januari 2016.

Jika diketahui bahwa 1=5, 2=25, 3=125, 4=625, mengapa seorang siswa kesulitan untuk menjawab jika ke 5=? Apakah putera-puteri Anda mengalami kesulitan semacam ini?

Ketakmampuan berhitung berkaitan dengan tingkatan rendah dalam kecerdasan matematika. Seorang siswa dikatakan cerdas matematika tidak hanya dari ketepatannya “menghitung” (mencacah), tetapi utamanya dari kecerdasannya “berhitung”. Hasil “perhitungan” adalah akibat tindakan “berhitung” oleh “sang penghitung”, di mana tak akan ada baik sang penghitung, tindakan berhitung, maupun hasil perhitungan, jika tak ada sesuatu yang perlu “dihitung” dalam kehidupan keseharian anak.

Jika putera-puteri Anda mengalami kesulitan berhitung, les atau kursus berhitung bukanlah penyelesaian yang jitu kalau tak malahan mengakibatkan putera-puteri Anda mengalami math phobia. Anda hanya perlu mendorong dan tidak mencegah atau menghindarkan mereka untuk “melakukan hal yang ia sudah mampu”. Checklist yang Anda tandai pada kisi-kisi berikut menjelaskan mengapa putera-puteri Anda mengalami kesulitan berhitung. Makin banyak yang Anda tandai, makin besar usaha Anda untuk mengubah pola perlakuan Anda terhadap putera-puteri Anda:

[ _ ]  Saya atau pembantu/perawat harus menyuapinya karena ia tak mau makan sendiri.

[ _ ]  Saya atau pembantu/perawat harus menjaganya ketika ia menaiki tangga ke lantai 2.

[ _ ]  Saya atau pembantu/perawat harus menunggui di kelas karena ia tak mau ditinggal sendiri.

[ _ ]  Saya atau pembantu/perawat harus memandikannya karena ia tak mau mandi.

[ _ ]  Saya atau pembantu/perawat harus mengerjakan PR-nya karena ia tak mau mengerjakan.

[ _ ]  Saya atau pembantu/perawat harus membacakan cerita karena ia tak mau membaca.

[ _ ]  Saya atau pembantu/perawat harus mengenakan pakaiannya biar ia tampil rapi.

[ _ ]  Saya atau pembantu/perawat harus merapikan mainannya karena berantakan.

Pertanyaan fundamental: jika Anda terbiasa memperlakukan mereka secara demikian, bagaimana mereka Anda harapkan mampu berhitung tentang kausalitas (hubungan antara sebab dan akibat)?

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

 

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *