Pidato pertamanya sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep (28), berisi ajakan agar pendukung dan relawan Jokowi yang belum bergabung di partai untuk bergabung dengan PSI. Selain itu, ia berjanji berdasarkan hasil pemilu 2024 nanti, PSI di bawah kepemimpinannya bisa memiliki wakil di DPR RI, yang berarti perolehan suara PSI pada pemilu 2024 akan melampaui ambang batas minimal 4% untuk menjadi partai pada pemilu 2024.
Realistik? Baik kalau kita menyergapnya dengan beberapa pertanyaan. Pertama, apa alasan yang mendasari ajakan KP kepada pendukung dan relawan Jokowi yang belum berpartai untuk bergabung dengan PSI? Kedua, mengingat pendukung dan relawan Jokowi memiliki keberagaman politik, bagaimana PSI akan memastikan representasi mereka dalam partai tidak hanya mencerminkan kepentingan Jokowi, tetapi juga mereka yang memiliki pandangan politik lain? Ketiga, bagaimana PSI berencana mencapai pertumbuhan suara yang signifikan untuk melampaui batas minimal 4% dan menjadi partai di parlemen pusat? Apa strategi yang akan dilakukan dan bagaimana PSI akan memperoleh dukungan dari pemilih yang belum bergabung atau belum sepenuhnya memahami visi partai?
Kenapa Relawan Jokowi?
Ajakan Kaesang Pangarep lebih tertuju kepada pendukung dan relawan Jokowi yang belum berpartai untuk bergabung dengan PSI. Boleh jadi hal ini karena PSI merupakan partai yang diasumsikan mendukung dan sejalan dengan visi dan program politik Presiden Joko Widodo.
Lantas, apa relevansi dan urgensinya sehingga seolah ada keharusan agar relawan berganti wajah dengan berpartai? Bukankah bagi relawan untuk berpartai dapat berbeda-beda tergantung perspektif dan konteksnya? Salah satunya, bergabung dengan partai politik dapat memberikan platform dan jaringan yang lebih luas dalam mendorong perubahan atau mempengaruhi kebijakan publik. Selain itu, mungkin bagi relawan partai politik juga bisa menjadi sarana untuk pemberdayaan politik dan perwujudan aspirasi masyarakat.
Bahwa Kaesang Pangarep menyodorkan PSI sebagai opsi tunggal untuk metamorfosa sosio-politik tersebut, hal ini mungkin terkait dengan pandangan dan keyakinan subjektifnya terhadap program dan nilai-nilai PSI. Ia mungkin sedang bergayut pada citra PSI di mata publik yang dikenal dengan program-programnya yang progresif, inovatif, serta mendasarkan keputusan politiknya pada data dan penelitian. Mungkin saja hal ini yang menjadi titik pesona PSI yang ditawarkan Kaesang Pangarep dan menjadi alasan mengapa ia mendorong pendukung Jokowi untuk bergabung dengan PSI.
Seberapa Akomodatif?
Mengingat pendukung dan relawan Jokowi memiliki keberagaman politik, seberapa akomodatif PSI mampu merepresentasi keberagaman mereka dalam format kepartaian sehingga formulasi kepentingan keseluruhan PSI tidak hanya mencerminkan kepentingan Jokowi?
Dalam konteks keberagaman politik pendukung dan relawan Jokowi, PSI tampaknya menghadapi tantangan untuk merepresentasi keberagaman tersebut dalam format kepartaian. Mereka harus memastikan bahwa formulasi kepentingan keseluruhan PSI tidak hanya mencerminkan kepentingan “Jokowian,” namun juga mencakup kepentingan berbagai latar belakang politik yang ada di antara pendukung Jokowi.
Dalam menghadapi tantangan ini, PSI harus melakukan upaya untuk menjalin dialog dan berkomunikasi dengan para pendukung dan relawan Jokowi yang memiliki beragam pandangan politik. PSI perlu memahami dan menghargai perbedaan keyakinan politik ini agar mereka dapat merumuskan agenda yang mewakili kepentingan dari seluruh kelompok pendukung Jokowi, bukan hanya satu kelompok yang dominan.
Selain itu, PSI juga perlu memperkuat struktur partainya dengan pembentukan berbagai forum diskusi dan pertemuan, guna memberikan ruang bagi anggotanya yang memiliki pandangan politik beragam untuk berdiskusi dan menyampaikan aspirasi mereka. Hal ini kiranya dapat membantu PSI untuk mewujudkan cita-cita keberagaman politik dalam perwujudan kepentingan keseluruhan partai, serta menghindari kesan bahwa PSI hanyalah wadah kepentingan Jokowi semata.
Batas Minimal 4%
Mempertimbangkan sepak terjang PSI sejak berdiri sebagai partai pada tanggal 16 November 2014 sesuai Akta Notaris Widyatmoko, S.H. nomor 14 Tahun 2014, bagaimana PSI mencapai pertumbuhan suara yang signifikan untuk melampaui batas minimal 4% dan menjadi partai di parlemen pusat? Cukupkah hanya dengan menjadikan Kaesang Pengarep sebagai Ketua Umum? Dari rekam jejak PSI, kemungkinan strategi apa yang akan dilakukan dan bagaimana PSI akan memperoleh dukungan dari pemilih yang belum bergabung atau belum sepenuhnya memahami visi partai?
Menurut hemat penulis, meskipun penunjukan Kaesang Pengarep sebagai Ketua Umum PSI telah menjadi sorotan, pertumbuhan partai ini tidak hanya bergantung pada satu orang. Ada beberapa faktor dan strategi yang membantu PSI dalam mencapai pertumbuhan suara yang signifikan. Salah satu alasan pertumbuhan PSI adalah fokus mereka pada isu-isu yang penting bagi kaum milenial dan generasi muda. PSI perlu mengidentifikasi masalah-masalah yang dianggap relevan oleh pemilih muda, seperti pemberdayaan pendidikan, pekerjaan, dan perlindungan sosial. Dalam menjalankan kampanye mereka, PSI hendaknya berfokus pada komunikasi yang efektif dengan para pemilih tersebut.
Selain itu, PSI dikenal sebagai partai yang menggunakan media sosial dengan baik. Mereka aktif dalam memanfaatkan platform-platform digital, seperti media sosial dan aplikasi pesan instan untuk menyampaikan pesan-pesan mereka kepada pemilih. Hal ini membantu mereka mencapai pemilih yang belum bergabung atau belum sepenuhnya memahami visi partai.
Tidak hanya via Medsos, PSI sebaiknya juga melakukan pendekatan langsung terhadap pemilih dengan mengadakan program-program komunitas dan dukungan yang bermanfaat bagi masyarakat. Mereka harus makin sering terlibat dalam kegiatan sosial dan menjalankan program-program yang bertujuan membantu masyarakat. Dengan cara ini, PSI niscaya memperoleh dukungan dan kepercayaan pemilih melalui interaksi yang langsung dan nyata.
Untuk memperoleh dukungan dari pemilih yang belum memahami visi partai, PSI perlu terus menerus meningkatkan visibilitas mereka melalui kampanye edukatif dan komunikasi yang efektif. Menjelaskan tujuan dan visi partai dengan jelas serta mengedukasi pemilih mengenai langkah-langkah konkret yang telah diambil oleh PSI adalah langkah-langkah yang penting.
Intinya, pertumbuhan PSI tidak hanya dipengaruhi oleh penunjukan Ketua Umum, tetapi yang juga lebih menentukan adalah strategi mereka yang fokus pada isu-isu penting bagi kelompok pemilih yang dituju, penggunaan media sosial yang efektif, dan pendekatan langsung terhadap pemilih. Dalam upaya mereka untuk memperoleh dukungan lebih lanjut, PSI perlu terus komunikatif dan proaktif dalam menjelaskan visi serta menciptakan kesadaran terhadap program-program mereka.
Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Pengamat Psiko-Politik. Buku terbarunya yang ia tulis bersama Audifax berjudul “Membaca Identitas: Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas” (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2023). Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.
6 replies on “Mengulik Pidato Perdana Kaesang”
Terima Kasih Doktor Edy Suhardono, pengamat Psikologi Politik. Jelas sekali apa yang diuraikan dengan bertolak pada perolehan suara di 2014, 2019 yang belum bisa menempatkan wakil di Parlemen dari PSI. Sebuah tantangan luar biasa bagi PSI utk bisa meraih kemenangan dan menempatkan 4 persen suara di Parlemen dengan mendidik tokoh-tokoh yang dikenal kaum milenial utk dipilih dan bisa masuk Parleman. Perlu kerjasama yang erat, kesepakatan di antara Calon legislator di Tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi dengan Calon legislator di Tingkat Pusat atau Parlemen. Perlu dibedah lagi 4 persen itu berapa ribu atau berapa juta suara. Kemudian dibagi dengan generasi milenial yang belum menentukan pilihan partai dengan mengajak relawan Jokowi. Perlu amunisi dan logistik luar biasa. Perlu semacam logistik Gotong Royong atau model yang mirip. Apakah bisa? Kalau yakin pasti bisa dengan data di atas 50 persen pemilih di 2024 adalah milenial. Lanjutkan Doktor Edy Suhardono dengan simulasi dari beberapa variabel data yang dimiliki oleh PSI. Kalau _mapping_ data pemilih keliru, impian utk masuk parlemen akan kandas lagi. Semoga bisa. Amin.
Dik Bas,
Terima kasih penajamannya.
Saya menanggapi fokus kepedulian Anda: opsi tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mendongkrak perolehan suara PSI agar memenuhi ambang parlemen pasca Kaesang ditunjuk menjadi Ketua Umumnya? Benar bahwa 50% pemilih adalah millenial, tetapi cukup realistiskah untuk selama 4 bulan ke depan mendongkrak perolehan suara hanya dengan mengibarkan bendera Kaesang?
Dalam konteks politik, banyak faktor yang dapat mempengaruhi perolehan suara partai. Memang, Kaesang Pangarep memiliki popularitas tinggi, terutama di kalangan pemilih millennial, tapi tak bisa diabaikan pula faktor-faktor atau variabel lain. Berikut adalah beberapa opsi tindakan yang dapat dipertimbangkan oleh PSI untuk mendongkrak perolehannya:
1. Meningkatkan Keterlibatan Online: Kaesang dikenal melalui media sosial dan YouTube dan PSI bisa memanfaatkan popularitasnya di internet untuk menarik pemilih muda. Mereka harus menambah aktivitasnya di media sosial dengan konten yang menarik dan relevan.
2. Pendidikan Politik, bukan Propaganda Politik, melalui kampanye: PSI bisa membantu memberikan edukasi politik bagi pemilih muda melalui kampanye yang informatif dan menarik. Tujuannya adalah membuat pemilih muda lebih memahami pentingnya suara mereka dan bagaimana politik mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari.
3. Perbaikan Infrastruktur Partai: PSI bisa memperkuat struktur dan infrastrukturnya, memastikan mereka memiliki cakupan yang luas di seluruh Indonesia, dan mereka aktif di setiap tingkat masyarakat.
4. Menyampaikan Visi dan Misi dengan Jelas: Kaesang dan PSI perlu memaparkan visi dan misi partai dengan jelas. Ini harus mencakup rencana konkret tentang bagaimana mereka bertujuan memperbaiki negara, dan harus sesuai dengan harapan dan kebutuhan pemilih, terutama para millennial.
5. Kampanye Offline: Meskipun kampanye online sangat efektif, kampanye di lapangan juga penting. Partai harus memastikan betul meraih hati pemilih melalui pendekatan-pendekatan tersebut, dengan melibatkan Kaesang dan tokoh-tokoh lainnya dalam pertemuan dan acara kampanye.
Konsideran penting yang perlu diingat, sukses politik memerlukan waktu dan keberhasilan taktik-taktik ini tidak dapat dipastikan dan bisa berbeda di wilayah yang berbeda. Selain itu, efektivitas taktik ini juga tergantung pada situasi politik yang berlaku pada saat itu. Namun demikian, melalui strategi komunikasi yang efektif dan kerja keras, peluang untuk mendapatkan perolehan suara yang lebih besar dapat meningkat.
Sejarah politik yang sekilas saya pahami pada era Soekarno menjadi presiden adalah diskursus krtik politik dari putranya, Guntur. Perihal Kaesang dan PSI, amatan saya baru sekadar fenomena keluarga muda yang baru terserap ke privilege pembentukan politik Wangsa. Pikiran saya belum tercurah untuk mengusulkan strategi politik yang bisa dipergunakan PSI. Wait and see.
Saya kira sikap “wait and see” dalam ihwal ini elegan, Dik Anom.
Sejauh data dan wacana yang berkembang, pun yang saya cermati sesuai kapasitas saya, saya melihat bahwa sejarah politik era Soekarno sering kali dibandingkan dengan situasi politik modern. Guntur, putra dari Soekarno, menawarkan pandangan kritis politik yang merupakan diskursus politik yang penting. Kaesang, anak dari Presiden Jokowi, dengan posisinya sebagai Ketua Umum PSI, memiliki fokus pada fenomena partisipasi politik dari generasi muda.
Perbedaannya mungkin terletak pada konteks sejarah dan isu yang dihadapi oleh Indonesia pada masanya. Era Soekarno ditandai dengan pembentukan identitas nasional dan perjuangan menghadapi ancaman dari luar [penjajahan?], sementara fase politik yang dihadapi oleh Kaesang lebih berkaitan dengan isu-isu modern seperti peningkatan partisipasi politik oleh kaum muda dan perubahan sosial.
Namun, penting untuk diingat bahwa interpretasi saya ini adalah analisis berdasarkan data sejauh yang tersedia pada saya dan tidak mencerminkan opini atau pandangan pribadi saya.
1. Kurun waktunya, yang hanya sekitar 6 bulan lagi menjelang Pemilu 2024, terlalu singkat untuk mencapai target minimal 4% di DPR.
2. Program apa yg cukuk jitu untuk anak muda yg belum ada pada program partai yg sudah melebihi 4% di DPR?
3. Dengan 4% itu, apakah cukup kuat utk memasukkan program PSI ke APBN? Bukankah lebih mungkin jika program itu “dititipkan” ke partai yang sudah mapan?
4. Sebagai anak muda dan dengan semangat yg muda wajar mentargetkan 4% walau lebih mungkin hal itu tidak didasarkan pada hasil analisis yg komprehensif dan intensif.
Bang Dr. Lerbin,
Terima kasih atas pertanyaan-pertanyaannya.
Pandangan saya tentang beberapa pointer Anda sudah saya elaborasikan melalui jawaban saya kepada Sdr. Basuki Ismail.
Saya menanggapi hanya pointer 3. Dengan (baca: Seandainya berhasil melewati ambang parlemen) 4% itu, apakah cukup kuat utk memasukkan program PSI ke APBN? Bukankah lebih mungkin jika program itu “dititipkan” ke partai yang sudah mapan?
Terima kasih atas pertanyaan ini. Jika PSI berhasil melewati ambang parlemen pada Pemilu 2024, maka keputusan untuk memasukkan program-partai PSI ke dalam APBN akan menjadi pertimbangan pemerintah. Namun, perlu dicatat bahwa keputusan ini akan melibatkan banyak faktor dan pengambilan keputusan yang kompleks.
Beberapa pertimbangan yang penting dalam memasukkan program PSI ke dalam APBN termasuk kecocokan program dengan kebutuhan dan prioritas nasional, serta sumber daya dan ketersediaan anggaran yang tersedia. Selain itu, penting juga untuk mempertimbangkan kinerja partai dan track record mereka dalam melaksanakan program-program yang telah diusulkan sebelumnya.
Tentu saja, jika program-partai PSI dianggap memiliki potensi yang baik dan sesuai dengan kebutuhan nasional, maka ada kemungkinan program tersebut akan diperhitungkan dalam proses penyusunan APBN. Namun, keputusan ini masih harus mempertimbangkan berbagai faktor politik dan pemerintahan yang kompleks.
Tentang “menitipkan” program-partai ke partai yang sudah mapan, itu adalah keputusan strategis yang dapat diambil, tetapi dapat bervariasi tergantung pada situasi dan kepentingan politik yang ada. Kembali lagi kepada keputusan pemerintah dan partai politik terkait untuk menentukan langkah terbaik.
Sekali lagi, jawaban ini bukan kepastian karena pertanyaan Bang Lerbin berbasis pada pengandaian.