Categories
Begini Saja

Transisi, Polarisasi, dan Sustainability

Dalam ruang politik kontemporer, kita dihadapkan pada dinamika yang sangat kompleks dan terus-menerus bergerak. Transisi politik, yang dapat berupa perubahan rezim, pergeseran ideologi, atau reformasi kelembagaan, menjadi fenomena yang semakin umum terjadi. Perubahan ini membawa konsekuensi yang tidak dapat dihindari, salah satunya adalah polarisasi politik. Fenomena ini ditandai dengan terbentuknya blok-blok politik yang saling berkontestasi, menguatnya identitas kelompok, serta meningkatnya ketegangan dan konflik di dalam masyarakat (Layman et al., 2006). Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah bagaimana kita dapat mencapai sustainability dalam konteks politik yang terus berubah dan semakin terpolarisasi?

Salah satu kunci untuk mencapai sustainability dalam dinamika politik yang kompleks adalah dengan memahami faktor-faktor yang mendorong terjadinya transisi dan polarisasi. Menurut Norris dan Inglehart (2019), pergeseran nilai-nilai dan preferensi masyarakat, seperti meningkatnya orientasi postmaterialistik, dapat menjadi pemicu terjadinya perubahan politik. Selain itu, faktor-faktor ekonomi, sosial, dan budaya juga berperan dalam mendorong transisi dan polarisasi (Mols & Jetten, 2017). Pemahaman yang mendalam mengenai dinamika ini akan membantu kita untuk merancang strategi yang tepat dalam mencapai sustainability.

Sustainability dalam konteks politik dapat dimaknai sebagai kemampuan sistem politik untuk mempertahankan stabilitas, kohesi, dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi perubahan. Hal ini tidak hanya mencakup aspek institusional, tetapi juga dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan (Adger, 2000). Dalam mencapai sustainability, pentingnya membangun sinergi antara aktor-aktor politik, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya tidak dapat diabaikan. Kolaborasi dan komunikasi yang efektif di antara mereka akan membantu memperkuat kapasitas sistem politik dalam menghadapi tantangan transisi dan polarisasi (Ostrom, 1990).

Di samping itu, upaya untuk mempromosikan nilai-nilai demokratis, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat juga menjadi kunci penting dalam mencapai sustainability politik. Menurut Putnam (1993), modal sosial dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik merupakan fondasi bagi keberlangsungan demokrasi. Oleh karena itu, penguatan kapasitas kelembagaan, peningkatan akuntabilitas, serta pengembangan mekanisme inklusi dan deliberasi publik menjadi langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan (Diamond, 1999).

Pada akhirnya, mencapai sustainability dalam konteks politik yang dinamis dan terpolarisasi membutuhkan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak. Diperlukan upaya yang komprehensif, yang mencakup pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor pendorong transisi dan polarisasi, pengembangan strategi adaptif, penguatan kapasitas kelembagaan, serta promosi nilai-nilai demokratis dan partisipasi masyarakat. Hanya dengan pendekatan holistik dan kolaboratif yang didasarkan pada prinsip-prinsip sustainability, kita dapat mewujudkan sistem politik yang tangguh dan mampu bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

Referensi:

Adger, W. N. (2000). Social and ecological resilience: are they related? Progress in human geography, 24(3), 347-364.

Diamond, L. (1999). Developing democracy: Toward consolidation. JHU Press.

Layman, G. C., Carsey, T. M., & Horowitz, J. M. (2006). Party polarization in American politics: Characteristics, causes, and consequences. Annu. Rev. Polit. Sci., 9, 83-110.

Mols, F., & Jetten, J. (2017). The wealth paradox: Economic prosperity and the hardening of attitudes. Cambridge University Press.

Norris, P., & Inglehart, R. (2019). Cultural backlash: Trump, Brexit, and authoritarian populism. Cambridge University Press.

Ostrom, E. (1990). Governing the commons: The evolution of institutions for collective action. Cambridge University press.

Putnam, R. D. (1993). The prosperous community. The American prospect, 4(13), 35-42.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Pengamat Psiko-Politik. Buku terbarunya yang ia tulis bersama Audifax berjudul “Membaca Identitas: Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas” (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2023). Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

2 replies on “Transisi, Polarisasi, dan Sustainability”

Ijinkan saya bertanya sebagai berikut:
1. sustainability, saya terjemahkan keberlanjutan, yang artinya aparatur pemerintah (pusat sampai desa) dan kepanjangannya menjalankan aturan berdasarkan UUD 1945 dan berlandaskan Pancasila yang ujungnya mencapai tujuan nasional negara Republik Indonesia, antara lain: keadilan sosial, kesejahteraan bersama, pendidikan yang merata dan maju, toleransi terhadap keberagaman, dan masih banyak lagi.
Pertanyaannya:
– seberapa banyak aturan yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila yang dirasakan nyata oleh warga negara Republik Indonesia mensejahterakan mereka?
2. Bagaimana dengan pernyataan berganti pemimpin berganti peraturan?
Terimakasih

Mas Sugeng,
Terima kasih atas pertanyaan Anda mengenai keberlanjutan dan implementasi aturan berdasarkan UUD 1945 serta Pancasila. Mohon maaf, saya baru menanggapi sekarang.

Saat ini, masih banyak aturan yang didasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila yang belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh warga negara. Meskipun Indonesia memiliki landasan konstitusional dan filosofis yang kuat, dalam praktiknya, terdapat kesenjangan antara aturan formal dan pelaksanaannya di lapangan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk inkonsistensi dalam penegakan hukum, terbatasnya kapasitas kelembagaan, dan terkadang intervensi kepentingan politik yang mengesampingkan kesejahteraan rakyat.

Sinyalemen Anda mengenai berganti pemimpin berarti berganti peraturan memang tidak sepenuhnya salah. Seringkali, setiap pergantian pemerintahan diikuti dengan perubahan arah kebijakan dan aturan. Namun, idealnya, peraturan yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila seharusnya menjadi fondasi yang kuat dan berkelanjutan, tidak mudah berubah hanya karena pergantian kepemimpinan. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, untuk menjaga dan mengimplementasikan aturan-aturan tersebut secara konsisten demi tercapainya tujuan nasional yang adil dan sejahtera.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *