Alkisah, keluarga A (pihak laki) mengultimatum keluarga B (pihak perempuan) agar acara pertunangan dilakukan seminggu setelah temu dua keluarga ini, sementara keluarga B memastikan bahwa tetap akan menikahkan putri mereka dengan putra dari keluarga A asalkan acara pinangan dilaksanakan di waktu lain.
Perbedaan pendapat ini akhirnya mengakibatkan keluarga B membatalkan hubungan yang sudah terjalin antara putri mereka dengan putra keluarga A bahkan kemudian, tanpa diduga oleh keluarga A, keluarga B menerima pinangan putra dari keluarga C untuk bertunangan dengan putri keluarga B persis seminggu kemudian.
Dalam kisah tersebut ditengarai terdapat aspek pertukaran, manfaat, biaya, dan pertimbangan psikologis yang memengaruhi keputusan dan tindakan keluarga A dan B. Perbedaan pendapat dan akhirnya pemutusan hubungan serta penerimaan alternatif dapat dipahami melalui kerangka kerja teori pertukaran sosial dan teori psikologi politik.
Pertukaran Sosial
Teori Pertukaran Sosial[1] adalah pendekatan yang memahami hubungan sosial melalui prinsip pertukaran yang melibatkan biaya dan manfaat. Dalam kasus tersebut, faktor manfaat dan biaya mengedepan ketika keluarga A ingin mengatur pertunangan sesegera setelah pembicaraan. Ini mungkin karena mereka melihat manfaat dalam melanjutkan hubungan ini secepat mungkin. Mungkin mereka menganggap bahwa dengan segera melangsungkan pertunangan, mereka dapat memastikan komitmen keluarga B. Di sini, faktor kemanfaatan dan biaya yang mungkin sebagai sumber daya lebih dimiliki oleh keluarga A menjadi instrumen untuk menguji komitmen dari keluarga B.
Dalih atau modus “Perbedaan Pendapat” terkait waktu pelaksanaan acara pertunangan difungsikan sebagai ujung tombak pertukaran sosial, di mana keluarga A menginginkan pertunangan segera sebagai kemanfaatan bagi mereka, sementara keluarga B ingin waktu yang lebih lama karena mungkin melihat biaya emosional atau praktis dalam melangsungkan pertunangan dalam waktu singkat.
Pembatalan hubungan, yakni ketika keluarga B membatalkan hubungan dengan keluarga A, dapat dianalisis sebagai keputusan berdasarkan pertimbangan pertukaran sosial. Keluarga B mungkin menganggap bahwa manfaat dari hubungan dengan keluarga C lebih besar daripada biaya yang mereka bayar dengan membatalkan hubungan dengan keluarga A.
Yang menarik, mengapa keluarga B akhirnya menerima putra dari keluarga C untuk bertunangan dengan putri mereka? Mereka mungkin melihat manfaat yang lebih besar dalam hubungan ini, termasuk waktu yang lebih lama untuk mempersiapkan diri dan keluarga mereka untuk pertunangan.
Psikologi Politik
Psikologi Politik adalah cabang Psikologi yang mengkaji bagaimana faktor-faktor psikologis seperti sikap, persepsi, dan kepentingan pribadi memengaruhi keputusan politik dan sosial.
Baik keluarga A maupun B, masing-masing berkepentingan dengan pertunangan anak mereka. Keluarga A mungkin memiliki kepentingan pribadi dalam melangsungkan pertunangan sesegera mungkin, yang bisa mencakup kebanggaan, status sosial, atau manfaat ekonomi. Mereka mungkin percaya bahwa ini akan menguntungkan keluarga mereka secara pribadi, meski cenderung menutup mata terhadap kepentingan keluarga B.
Yang menjadi ujung perbedaan di antara kedua keluarga ini adalah persepsi masing-masing tentang waktu yang tepat untuk pertunangan. Keluarga A mungkin melihat waktu segera sebagai tindakan yang menunjukkan komitmen dan cinta, sementara bagi keluarga B mungkin waktu –apalagi yang mendesak– tidak dianggap sebagai sesuatu yang menunjukkan komitmen dan cinta.
Baik keluarga A maupun B, berbeda dalam kebebasan alternatif. Ketika keluarga B akhirnya menerima putra dari keluarga C sebagai alternatif, yang mereka anggap lebih sesuai atau cocok dengan keinginan mereka; hal ini dapat menjadi indikasi bahwa keluarga B telah mempertimbangkan alternatif lain yang lebih sesuai dengan kepentingan dan nilai-nilai mereka.
Demikianlah.
Silahkan sidang pembaca mengganti keluarga A sebagai Partai Demokrat (PD), partai B sebagai Partai Nasdem, dan keluarga C sebagai Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk sedikit memberikan variasi dalam memahami kejadian politik di awal September 2023 ini.
Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Pengamat Psiko-Politik. Penulis buku “Refleksi Metodologi Riset: Panorama Survey” (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001). Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.
[1] George C. Homans (1958): “Social Behavior: Its Elementary Forms”; Peter M. Blau (1964): “Exchange and Power in Social Life”; Richard M. Emerson (1972): “Social Exchange Theory”; Joseph Thibaut dan Harold Kelley (1959): “The Social Psychology of Groups”; Mark Granovetter (1973): “The Strength of Weak Ties”.