Mencermati bagaimana para pakar kita menjawab pertanyaan media terkait pembunuhan terhadap Ade Sara, banyak kita temukan kecenderungan untuk mencari, mengenali, dan menghargai hanya informasi yang konsisten dengan sikap, keyakinan, dan harapan. Begitu kesan awal telah dibangun, mereka terkokang untuk hanya mendukung temuan yang mengamini kesan tersebut sembari memangkas atau mengabaikan data yang tidak sesuai dengan kesan awal tersebut.
Komitmen kognitif prematur terhadap kesan awal ini gilirannya dapat membentuk satu set kognitif yang kuat guna menyaring semua temuan berikutnya sehingga komitmen kogntif ini bertindak sebagai kesalahan generalisasi logis yang tergesa-gesa sebagaimana kutipan berikut:
“….Menurut Kriminolog Univeristas Indonesia Bambang Widodo Umar, Hafidt melayat ke rumah duka di RSCM karena hendak menunjukkan dirinya ikut bersimpati dan mengucapkan belasungkawa. Dengan begitu, tidak ada yang mencurigainya sebagai pelaku pembunuhan Ade Sara.”
Tanpa memandang motif khusus tertentu –hal yang dapat berlaku BAGI semua orang yang melakukan– tindakan melayat ke rumah duka di RSCM tidak mengandung penafsiran lain kecuali bahwa Hafidt menunjukkan dirinya ikut bersimpati dan mengucapkan belasungkawa. Secara tautologik, tindakan melayat memang suatu unjuk simpati dan belasungkawa. Dengan demikian, tindakan yang biasa dilakukan kebanyakan orang ini tidak mengandung motif “agar tidak dicurigai sebagai pelaku pembunuhan Ade Sara”, kecuali Bambang sendiri yang berhasil mendapatkan data primer dari Hafidt dan memastikan bahwa itulah motifnya.
Format menalar tersebut dalam literatur dikenal sebagai “bias konfirmasi”. Seyogyanya, para pakar yang lagi jadi komentator dapat bersikap independen terhadap bias konfirmasi yang membuat mereka menaruh preferensi terhadap informasi yang menegaskan harapan.
Terkait hal ini, sangat berguna agar para pakar komentator, atau profesi apa pun yang sedang melibatkan diri dalam aktualia publik, aktif mencari data yang justru disconfirm terhadap harapan. Jauh lebih baik jika mereka bersedia mencoba interpretasi alternatif atas data yang tersedia.
Rujukan berita: http://www.tribunnews.com/metropolitan/2014/03/08/apa-motif-hafitd-melayat-ade-sara-yang-ia-bunuh