Categories
Begini Saja

Demokrasi Pancing Ikan

Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari artikel Edy Suhardono yang pertama kali dipublikasikan di Facebook Edy Suhardono, “DEMOKRASI PANCING IKAN”, 6 Mei 2017.

Demokrasi Prosedural (DP) adalah demokrasi di mana rakyat atau warga negara memilih perwakilan dalam pemilihan umum bebas. DP mengasumsikan, hasil pemilihan merupakan inti kewenangan yang diberikan kepada pejabat terpilih; selain memastikan, semua prosedur pemilihan adalah prosedur yang berlaku tetap dan purna. DP memperlakukan jatuhnya pilihan satu orang pemilih sebagai satu unit suara (one man one voter), terlepas apakah suara itu memanifestasikan partisipasi yang setara dari para pemilih dalam proses politik atau tidak.

Karena indikator dari keterpilihan pejabat terpilih adalah banyaknya suara yang diperoleh –terlepas dari bagaimana proses pengumpulan suara– calon pejabat terpilih dimungkinkan untuk “memancing menggunakan segala macam umpan demi memperoleh ikan”. Jadi, dalam DP, hampir tak mungkin untuk menganulir terpilihnya pejabat yang akhirnya terpilih, meski umpan yang mereka gunakan dalam memancing “ikan suara” memanfaatkan isyu SARA yang berbasis politik identitas.

Adapun Demokrasi Substansial (DS) adalah bentuk demokrasi di mana hasil pemilihan umum mewakili rakyat, dimana demokrasi berfungsi demi kepentingan pemerintahan oleh perwakilan rakyat. Artinya, meski sebuah negara mengizinkan semua warga negara untuk memilih, karakteristik pengizinan ini tidak selalu memenuhi syarat sebagai DS.

Dalam DS masyarakat umum memainkan peran sebenarnya dalam menjalankan urusan politiknya, yaitu bahwa negara tidak hanya dibentuk sebagai instrumentalisasi dan/atau legitimasi proses demokrasi, tapi sungguh difungsikan sebagai negara berdaulat. Karena alasan ini,

DS juga sering disebut juga sebagai “demokrasi fungsional” (DFG) yang dilawan-artikan dengan “demokrasi formal” (DFR), dimana bentuk demokrasi yang relevan tetap ada namun sebenarnya tidak dikelola secara demokratis. Mantan Uni Soviet adalah salah satu negara yang dicirikan sebagai penganut DFR, karena konstitusinya pada dasarnya demokratis namun kenyataannya negara dikelola oleh elit birokratik.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

 

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *