Inflasi adalah kenaikan harga komoditas berkelanjutan yang mengarah ke penurunan daya beli bangsa. Meskipun inflasi adalah fenomena ekonomi normal di negara manapun, setiap kenaikan inflasi di atas tingkat yang ditentukan akan menjadi hal yang membahayakan. Tingginya laju inflasi akan mendistorsi kinerja ekonomi, apalagi jika faktor penyebab gagal diidentifikasi. Faktor penyebab ini terdiri dari faktor internal dan eksternal, seperti pencetakan uang yang berlebihan oleh pemerintah, peningkatan biaya produksi dan tenaga kerja, tingkat bunga kredit yang tinggi, penurunan nilai tukar, peningkatan pajak, bahkan perang.
Terkait pencegahan inflasi, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, menegaskan bahwa koordinasi pusat dan daerah sangat diperlukan sebagai prasyarat melakukan manajemen kontrol dan pengawasan harga dan ketersediaan barang di lapangan. Pernyataan ini ia sampaikan saat menghadiri Rakornas V Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) 2014 di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (21/5/2014). Manajemen kontrol di lapangan ini menyasar pada peningkatan perekonomian antardaerah yang mencakup kontrol produk, pendistribusian dan koneksi antarpulau.
Pemikirannya merupakan terapan dari Teori Cost Push yang menyatakan bahwa inflasi terjadi ketika biaya produksi naik dan peningkatan tersebut ditanggungkan kepada konsumen. Biaya produksi dapat meningkat karena kenaikan biaya tenaga kerja atau ketika perusahaan yang memproduksi melakukan monopoli atau oligopoli dengan menaikkan harga. Menurut Jokowi, guna menanggulangi hal ini diperlukan tiga faktor: ketersediaan stok, kelancaran distribusi ke konsumen dan retail, dan kelancaran pasokan antarpulau.
Dengan pengendalian ketiga hal, Jokowi membuktikan bahwa sewaktu ia jadi Wali Kota Surakarta, pernah menekan inflasi hingga 1,53%. Ini pula yang menjadi alasan mengapa Pemprov DKI melakukan kerja sama dengan Sulawesi Selatan, Lampung, dan NTT dalam memenuhi pasokan kebutuhan pokok di wilayah Ibu Kota.
Yang perlu dicatat, langkah “praxis-reflektif” Jokowi yang berbasis teori ekonomi klasik ini –Teori Cost Push—membuat para menteri, antara lain: seperti Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Keuangan Chatib Basri, Menteri Perekonomian Chairul Tanjung dan Gubernur BI Agus Martowardoyo terpelongo. Menarik, bukan?