Categories
Begini Saja

Jika Terprovokasi, Anda Juga Provokator

Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari artikel Edy Suhardono yang pertama kali dipublikasikan di Facebook Edy Suhardono, “JIKA TERPROVOKASI, ANDA JUGA PROVOKATOR”, 15 November 2016.

Sadar atau tidak, jika Anda telah terprovokasi, Anda tidak dapat menuduh orang lain atau pihak tertentu sebagai provokator, sebab Anda telah menjelma menjadi provokator.

Provokator adalah mereka yang memanfaatkan suhu sosial-politik yang memanas. Misi mereka adalah mengganggu dan memunculkan ganguan lebih besar. Mereka berusaha melipatgandakan kekuatan pengaruh mereka dengan cara menyalahkan pihak regulator yang mereka klaim telah gagal mengendalikan situasi.

Tuduhan kegagalan ini gilirannya menjadi alasan pembenar berikutnya bagi mereka untuk mempengaruhi semua orang agar bersedia mentolerir perilaku destruktif mereka. Dengan taktik ini mereka dapat bertahan untuk terus melakukan aksi provokasi mereka.

Agenda tunggal provokator adalah menciptakan tindakan perlawanan, penolakan berdialog dan sabotase. Senjata khas dan utama provokator adalah pelabelan, tuduhan, argumen sampah, isu-isu kontroversial, dan penyesatan “ad hominem” dengan tujuan memecah belah.

Dengan disinformasi yang mereka ciptakan, provokator berusaha mengalihkan perhatian, mendiskreditkan, dan melemahkan sasaran melalui penciptaan lawan bayangan, lawan palsu. Isu palsu sengaja mereka gunakan untuk membuat para aktivis yang sedang terlibat dalam konflik saling berbenturan antar-mereka sendiri dan bukan menghadapi lawan yang sebenarnya.

Karena tujuan provokator selalu dan senantiasa menciptakan perpecahan, Anda perlu menghindarkan diri dari pendekatan masalah dengan solusi yang salah. Artinya, SOLUSI ATAS PERBEDAAN BUKAN KONFLIK, dan SOLUSI ATAS KONFLIK BUKAN PERPECAHAN.

Aksi kontra-provokator dapat Anda lakukan dengan beberapa pilihan berikut:

1. Menolak menjadi pemecah atau menolak terlibat menjadi ‘agen provokator’, antara lain dengan menghindari penggunaan “demi-demi” (penyesatan ad hominem, ‘argumentum propter religionem’), mengritisi pelabelan atas suatu kelompok , dan “melawan” persuasi mereka dengan alasan dan yang santun dan steril dari motif penghinaan. Terkait ini, menyebarkan tautan atau “berita hoax” yang tidak dapat Anda pastikan kebenarannya sama sebangun dengan menyediakan diri sebagai ‘agen provokator’.

2. Melawan perilaku dan pemberitaan destruktif dengan menawarkan solusi konkret, kritik yang kritis namun santun, dan gagasan-gagasan yang lebih merujuk pada kemasukakalan.

3. Mengeliminasi tayangan perilaku buruk dengan melakukan moderasi komentar atas tautan, dorongan agar pihak regulator melakukan pelarangan paruh waktu atau permanen, penghapusan agenda ceramah, penghapusan link ke website tertentu, dll. Jauh lebih baik bagi Anda untuk mengeluh ke moderator suatu situs daripada secara diametral berkelahi dengan pihak-pihak yang mendorongkan perpecahan.

4. Mendorong dialog kepada siapa pun yang menanggapi kritik, sebaliknya mengabaikan mereka yang cenderung tidak menanggapi kritik dan hanya tertarik pada percekcokan.

5. Hindari melakukan tuduhan yang tidak bisa kita buktikan secara menyakinkan. Sebaliknya, laporkan fakta-fakta dan pernyataan dengan isi pandangan yang memungkinkan orang lain menyimpulkan sendiri.

Sekarang adalah saat yang tepat, silakan Anda mempraktikkannya.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

 

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *