Categories
Begini Saja

Monas Drupadi Sebagai Taruhan Bermain Dadu

Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari artikel Edy Suhardono yang pertama kali dipublikasikan di Facebook Edy Suhardono, “MONAS DRUPADI SEBAGAI TARUHAN BERMAIN DADU”, 1 Desember 2016.

Kurawa tidak rela negeri Astina dibagi dua dan mereka berusaha mencari siasat agar negeri Astina tetap menjadi hak Kurawa seluruhnya. Mendengar para putera Pandudewanata (Pandawa) masih eksis dan tinggal di hutan Amarta, Suyudana, putera sulung Kurawa bersaudara, menemui mereka untuk mengundang mereka ke Astina. Sadar akan hak mereka sebagai pewaris negeri Astina, kelima Pandawa meminta Kurawa agar negeri Astina dibagi dua. Ini mengingat bahwa yang terakhir memerintah Astina adalah Pandudewanata yang kemudian dilanjutkan oleh Dastarata, ayah Kurawa.

Adalah Arya Sakuni, adik Dewi Gendari permaisuri Prabu Dastarata, raja Astina, yang setelah diangkat menjadi patih bersamaan bertahtanya Dastarata, memprakarsai penyelenggaraan permainan dadu antara Pandawa dan Kurawa di tanggal 2 bulan 12. Mengetahui hal itu, Dastarata berusaha mencegah dan menggagalkan, demikian pula dengan adik Dastarata, Raden Yamawidura yang pincang.

Sebenarnya Pandawa menolak bermain, namun karena bujuk rayu Sakuni, serta pertaruhan yang melibatkan separuh negeri Astina yang mungkin bisa didapatkan apabila mereka menang dadu, apa salahnya mencoba.

Kepandaian Kurawa bermain dadu dan kecurangan Patih Sakuni sebagai pengocok dadu, perlahan namun pasti memaksa Pandawa mengalami kekalahan beruntun. Dan setiap kali yang dipertaruhkan barang yang tidak seberapa berharga, Pandawa selalu menang, sebaliknya tiap kali pertaruhannya adalah barang yang cukup berharga, Pandawa kalah.

Akhirnya kekayaan Pandawa pun ludes, mulai dari kereta, kuda, gajah dan semua barang menjadi milik Kurawa, termasuk budak lelaki dan perempuan. Beberapa kali Pandawa memenangkan kerbau atau sapi, namun begitu memasang lebih besar, barang dan harta mereka lepas karena kekalahan. Setelah semua ludes, putera kedua Pendawa, Bima mulai kehilangan akal. Kebenciannya terhadap Kurawa di ubun-ubun, namun bagaimana caranya mengambil lagi harta Pandawa itu, sementara yang tersisa tinggal negeri Indraprasta yang tidak seberapa luas.

Bima yang pendek akal berteriak, ia mempertaruhkan negerinya dan menuntut agar pihak Kurawa menyerahkan separuh negeri Astina dan semua harta Pandawa yang telah menjadi milik Kurawa karena kekalahan mereka. Sakuni memberi kode kepada Suyudana agar melanjutkan permainan. Akhirnya mereka bermain lagi beberapa kali dan Pendawa kalah terus, sehingga harus rela menyerahkan negeri Indraprasta ke tangan Kurawa.

Bima yang termangu-mangu bingung diejek oleh salah seorang Kurawa bersaudara, “Hai, Bima harta kekayaan Pendawa belum habis. Masih ada yang bisa kalian pertaruhkan, yaitu baju yang kalian pakai, juga istri kakakmu yang cantik, Dewi Drupadi”.

Dursasana, adik Suyudana, mengincar Dewi Drupadi yang bolak-balik menemui suaminya, Yudistira dan berusaha mengingatkannya agar segera menghentikan permainan dadu. Dengan penuh nafsu Dursasana tak melepaskan pandang matanya setiap kali Dewi Drupadi lewat dihadapannya. Bima yang sudah seperti kesetanan akhirnya menyetujui usul itu. Menurutnya, tidaklah mungkin Kurawa akan menang terus. Terjadilah peristiwa Dewi (Monas) Drupadi menjadi taruhan judi.

Nafsu Dursasana makin memuncak mendengar usulnya disetujui Bima. Dia membayangkan tubuh mulus Dewi Drupadi di balik kainnya yang indah. Yakin akan menang, ia pun memberi kode kepada Patih Sakuni yang segera membalas kode itu dengan kedipan mata. Dadu pun berputar kencang dan semua orang menghentikan nafas melihat hasilnya. Dadu pertama selesai berputar, disusul oleh dadu kedua. Setelah semua berhenti semua orang melotot. Pandawa kalah! Dursasana berjoget-joget riang. Semua orang melihat ke arah Pandawa, Pandawa tercengang sesaat, kemudian sadar bahwa mereka kalah lagi. Suyudana tersenyum mengejek dan memberi kode dengan mencincing dan menarik-narik bajunya sebagai pertanda bahwa Pandawa harus membuka baju dan menyerahkan baju mereka.

Yudistira, Bima dan Arjuna mau tidak mau mulai membuka baju mereka dan menyerahkannya ke pihak Kurawa. Mereka kini tinggal memakai cawat saja di tubuh mereka. Melihat dari jauh suaminya, Puntadewa melepaskan bajunya, Dewi Drupadi menangis dan berlari kearah suaminya untuk menutupinya dan dan segera mengajaknya pergi. Namun d itengah jalan larinya ditahan oleh Dursasana yang memalangkan kedua tangannya seperti hendak menangkap tubuhnya sambil tertawa-tawa.

Drupadi panik, berlarian kesana kemari, namun tidak satupun Pandawa yang bergerak menolongnya. Dengan derai air mata dilihatnya suaminya, Puntadewa terduduk dengan kepala tertunduk pun dengan wajah sangat sedih. Segera sadarlah Drupadi, ia telah menjadi barang taruhan judi. Drupadi berlarian sambil berdoa kepada Dewa agar menolongnya. Dursasana mengejar dan tertawa-tawa. Lelah berlarian Dewi Drupadi tertangkap oleh Dursasana. Dewi Drupadi meronta-ronta dan berteriak-teriak. Dursasana makin bernafsu dan tanpa malu mulai menarik kain yang di kenakan Dewi Drupadi. Hati Puntadewa benar-benar hancur dan secara tak sadar berdoa kepada Dewa agar melindungi isterinya dari malu.

Gelung rambut Dewi Drupadi pun terlepas dan rambutnya terurai ditubuhnya. Dursasana semakin bernafsu dan berhasil menarik kain Dewi Drupadi diiringi oleh tertawaan dan dukungan Patih Sakuni dan Suyudana. Tiap kali kain itu tertarik mereka berteriak bersama sama. Namun aneh sekali ketika kain itu ditarik dan Dewi Drupadi harus berputar-putar karenanya, kain itu tidak ada habisnya dan seolah menjadi bertambah panjang, begitu seterusnya hingga kain yang teronggok di lantai tempat judi itu jadi bertumpuk tinggi, dan masih belum habis juga karena masih ada yang melekat pada tubuh Drupadi.

Destarata yang buta, mendengar ribut-ribut, tangisan Drupadi, dan tertawaan orang-orang yang menonton, segera tahu bahwa ada kejadian yang tidak pantas disana. Dia segera keluar dan membentak anaknya, Dursasana, dan menyuruhnya berhenti. Dia memerintahkan agar semua penonton bubar dan pulang. Kepada Sakuni dan Suyudana dia mengatakan agar Judi dihentikan.

Dewi Drupadi yang masih menangis terduduk di lantai sambil terus mengusap air matanya. Puntadewa, Bima dan Arjuna segera menolong Dewi Drupadi dan mereka ingin segera meninggalkan tempat itu, namun dihalangi oleh Dursasana. Bima naik pitam dan maju hendak memukul Dursasana namun dicegah kakaknya. Dursasana lari kebelakang karena takut, kemudian, Dewi Drupadi bangkit berdiri ditolong suaminya.

Dewi Drupadi yang melihat kemana Dursana pergi, berteriak dengan sangat keras menyumpahinya sambil berlinang air matanya: “Ingatlah Dursasana, aku tidak terima dengan perbuatanmu ini dan aku bersumpah demi para Dewa, bahwa aku tidak akan pernah bergelung lagi kalau belum berkeramas dengan darahmu”. Mendengar teriakan itu semua orang yang tadinya mulai beranjak pulang menghentikan langkah dan saling berpandangan, tepat pada saat itu guruh berbunyi dan petir menggelegar, seolah-olah Dewa menyaksikan dan mencatat sumpah itu.

“Aku juga tidak akan mau mati sebelum merobek-robek dadamu dan minum darahmu ” Bima yang marah pun turut bersumpah. Guruh dan petir datang lagi dengan suara lebih keras. Mendengar sumpah-sumpah itu, Dursasana yang sedang bersembunyi bergidik karena sumpah itu mendapat sahutan guruh dan petir yang seolah-olah para Dewa merestuinya.

Setelah kejadian itu Pandawa segera mengenakan pakaian mereka namun belum meninggalkan tempat karena ditahan oleh Prabu Dastarata, ayah Suyudana dan Kurawa bersaudadra. Dastarata memerintahkan abdi kerajaan memanggil adiknya, Raden Yamawidura, untuk datang ke ruang Istana untuk menyelesaikan masalah ini.

Raden Yamawidura datang dengan terpincang-pincang serta tergopoh-gopoh. Dastarata menceritakan hal kejadian permainan dadu antara Kurawa dan Pandawa kepada adiknya itu. Raden Yamawidura mendengarkan dengan seksama. Sementara itu Suyudana dan Patih Sakuni duduk di ruang yang sama namun menjaga jarak sejauh mungkin dengan Pandawa. Mereka tampak menggerutu karena kemenangan mereka terancam karena kehadiran ayahnya.

Akhirnya Dastarata yang sejak semula tidak menyetujui permainan dadu antara Suyudana dengan Puntadewa atas nama Kurawa dan Pandawa serta setelah mendengar saran-saran Yamawidura memperkenankan Dewi Drupadi untuk mengajukan dua permohonan yang akan segera dikabulkan.

Dewi Drupadi yang cerdik itu segera menyadari inilah satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan Pandawa termasuk suaminya dan dirinya sendiri. Ia segera membuat permohonan agar: Pertama, suaminya Puntadewa dibebaskan, Kedua agar Pandawa yang lain juga dibebaskan. Kedua permohonan itu disetujui oleh Dastarata dan Yamawidura dan segera dikabulkan.

Prabu Dastarata yang merasa kasihan kepada Pandawa mengembalikan semua harta benda Pandawa yang telah dimenangkan oleh Kurawa. Suyudana marah sekali dan berteriak-teriak kepada ayahnya dan pergi meninggalkan ruang itu diikuti oleh Patih Sakuni. Mungkin mereka mau membuat rencana permainan dadu di bulan berikutnya.

*) Dalam bahasa Latin, “monas” berarti “nomor satu” atau lambang “kesatuan”.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

 

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *