Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari artikel Edy Suhardono yang pertama kali dipublikasikan di Facebook Edy Suhardono, “OUTGROUP”, 2 November 2016.
Dalam hidup keseharian di persada Indonesia ini, di mana konflik terbuka tidak terjadi, apakah Anda melihat anggota kelompok lain sebagai bagian homogen dari kelompoknya?
Ketika Anda bertemu seseorang yang merupakan anggota outgroup (di luar ingroup Anda), tidakkah Anda cenderung memperlakukannya sebagai individu yang terpisah, dan cenderung memperhatikan karakteristiknya sebagai individu murni, yang tak terkait dengan kelompoknya? Dan bukankah hal ini tidak terjadi manakala Anda bertemu dengan anggota ingroup Anda?
Namun demikian, nampaknya stereotipe mengenai anggota outgroup lebih kuat daripada stereotipe tentang anggota ingroup sendiri. Dan inilah salah satu penjelasan mengapa Anda lebih bersedia untuk pada akhirnya mengabaikan informasi tentang kekhasan seorang individu dari anggota outgroup sembari menguatkan asumsi bahwa karakteristik individu yang Anda tunjuk itu sebenarnya merupakan satu kategori dengan karakteristik anggota-anggota lain yang terhimpun dalam outgroup. Inilah yang oleh Bernadette Park, PhD, dan Charles Judd, PhD dari University of Colorado di Boulder disebut sebagai fenomena “efek homogenitas outgroup“.
Ditambah dengan kondisi bahwa Anda tidak tahu banyak tentang kelompok outgroup yang Anda maksud, lantas Anda pun cenderung menganggapkan bahwa yang Anda pahami itulah “inti budaya” yang kelak Anda jadikan landasan untuk mendefinisikan semacam “temperamen bawaan” kelompok lain/outgroup. Stereotipe sebagaimana dikonsepkan sebagai “efek homogenitas outgroup” ini membuat Anda meyakini bahwa amatan Anda terhadap individu identik dengan amatan Anda terhdap kelompok di mana individu tersebut berhimpun. Anda pun serta-merta –sadar atau tidak sadar–memberlakukan kesesatan logik “pars pro toto” –-sebagian untuk keseluruhan.
Adapun pemicu yang beroperasi sebenarnya bukanlah emosi kebencian sebagaimana banyak disinyalir para komentator, tetapi gabungan antara kemarahan, ketakutan, dan ketidaktahuan. Jack Glaser, PhD, dari University of California, Berkeley tidak hanya menunjuk gabungan antara kemarahan, ketakutan, dan ketidaktahuan sebagai penanda dari efek homogenitas outgroup. Ia bahkan menyimpulkan, respon lebih ekstrim dari efek homogenitas outgroup niscaya muncul lantaran adanya rasa keterancaman terhadap integritas budaya, di mana faktor identitas politik-sosial-budaya lebih mengedepan ketimbang faktor perebutan sumber daya ekonomi.
Artinya, politik identitas lebih mengedepan dalam kasus konflik horisontal ketimbang politik ekonomi. Anda punya ulasan lain?
Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.