Categories
Begini Saja

Pasca Keputusan MK

Kemarin, Senin, 16 Oktober 2023, berlangsung pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MA) atas perkara pembatasan usia presiden dan wakil presiden berkenaan dengan Keputusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batasan Usia Minimum Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Kabar pertama yang keluar adalah Mahkamah Konstitusi menolak permohonan batasan usia presiden dan wakil presiden. Jika hanya itu kesimpulannya, otomatis Gibran tidak bisa mengikuti Pilpres 2024. Namun kabar lain juga menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan gugatan beberapa partai politik terkait batasan usia tersebut.

Ini berarti Gibran bisa mencalonkan diri sebagai presiden; jika hal ini terjadi, masyarakat tidak hanya akan percaya bahwa Gibran dan Joko Widodo mengkhianati PDIP dengan mendukung Prabowo, namun isu dinasti politik akan semakin intens dan meluas.

Variabel

Ada beberapa variabel yang bisa mempengaruhi kelangsungan dinasti politik setelah Mahkamah Konstitusi (MA) menolak uji materi perubahan batasan usia calon presiden dan wakil presiden. Pertama, tergantung seberapa banyak politisi, termasuk anggota keluarga di lingkungan Presiden Jokowi yang siap dan bersedia mencalonkan diri pada pemilu mendatang. Hal ini akan dipengaruhi oleh partai politik dan masyarakat.

Kedua, dinamika kekuatan politik di Indonesia juga menjadi salah satu faktornya. Kelangsungan hidup “dinasti” tersebut juga bergantung pada sejauh mana kekuatan politik yang bersaing dan calon pemimpin mampu melawan dan mendapatkan dukungan rakyat. Artinya, kemungkinan terjadinya “dinasti politik” sebenarnya tidak terkait langsung dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang merevisi batas usia calon presiden melalui judicial review.

Dinasti politik berkembang ketika kekuasaan politik secara berturut-turut dialihkan di seputar satu keluarga. Suksesnya putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Afif Nasution dalam pemilihan kepala daerah, membuat persoalan ini kerap muncul dalam wacana politik. Namun potensi dinasti politik seharusnya tidak terpengaruh oleh keputusan MK. Hasil pemilu mendatang akan menentukan hal ini.

Keseimbangan Kekuasaan

Masyarakat pada akhirnya akan memutuskan apakah mereka ingin mempertahankan keluarga yang sama dalam situasi ini. Kekhawatiran terhadap dinasti politik cenderung berfokus pada isu-isu seperti keseimbangan kekuasaan, partisipasi dalam sistem politik, dan penghindaran konsentrasi kekuasaan yang berlebihan. Ingatlah bahwa tuduhan dan kritik adalah bagian penting dari proses demokrasi di negara mana pun, dan para pendukungnya harus siap menghadapi berbagai kemungkinan permasalahan.

Jokowi telah dituduh berusaha menciptakan dinasti yang berkuasa, namun benar atau tidaknya hal ini lebih merupakan interpretasi politik dan bergantung pada argumen dan pembenaran para kritikus atau penuduh. Secara teoritis sulit mengaitkan persoalan dinasti dengan upaya perubahan syarat usia minimum calon presiden dan wakil presiden tanpa konteks atau bukti kuat. Jika terdapat korelasi antara kedua kasus tersebut –yaitu putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batasan usia minimal calon presiden dan wakil presiden– hal ini mungkin lebih berkaitan dengan dinamika politik dibandingkan hubungan sebab akibat yang jelas.

Bisa jadi partai oposisi akan menjadikan isu persyaratan usia calon presiden dan wakil presiden sebagai bahan perbincangan politik, namun tanpa bukti kuat adanya hubungan, tidak ada yang bisa dibuktikan. Lantas, apakah para pendukung Jokowi harus tertekan atau tidak, tergantung pada seberapa kuat mereka mendukung filosofi politik dan gaya pemerintahannya, serta kemampuan mereka untuk membedakan antara kritik yang valid dan tidak valid. Dalam politik, bisa saja terjadi banyak perdebatan sengit dan tuduhan yang berbeda-beda.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Pengamat Psiko-Politik. Buku terbarunya yang ia tulis bersama Audifax berjudul “Membaca Identitas: Multirealitas dan Reinterpretasi Identitas” (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2023). Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

4 replies on “Pasca Keputusan MK”

Suatu ketika saya dibisiki seorang profesor: Coba kita lihat, individu kader partai semakin suram, namun tumbuh orang-orang baik yang tetiba diterima publik, misalnya, ketika itu: Pak Jokowi, Ibu Risma Trismaharani, dan sebagian kecil tokoh publik.
Pasca Jokowi turun sebagai presiden nantinya, publik masih percaya bahwa orang di sekitar beliau adalah juga “sebaik” Pak Jokowi.
Apakah demikian?
Sebagian bilang, perlu memutus mata rantai dinasti.
Sebagian bilang, dinasti kayaknya bagus juga.
Sebagian jujur, sebagian berpendapat karena ada interest tertentu.
Sama-sama kita tidak tahu, sehingga negara ini sejatinya belum menemukan identitas sejati; Model Pemimpin seperti apa yang sebenarnya diperlukan di Masa Depan.

Dr. Nugroho DP,

Terima kasih pertanyaan reflektif Anda.

Identitas sesungguhnya suatu bangsa, termasuk tipe pemimpin yang dibutuhkannya, merupakan persoalan kompleks yang seringkali menimbulkan perbedaan pendapat. Identitas nasional yang sejati sering kali muncul seiring berjalannya waktu dan dibentuk oleh berbagai faktor, termasuk sejarah, budaya, agama, dan nilai-nilai suatu bangsa.

Menemukan jati diri dan model kepemimpinan yang tepat untuk masa depan merupakan proses berkelanjutan bagi Republik Indonesia. Indonesia telah mengalami banyak perubahan dalam hal orientasi politik dan kepemimpinan sejak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945. Seiring dengan perubahan sosial, ekonomi, dan politik dari waktu ke waktu, model kepemimpinan yang dianggap tepat untuk masa depan Indonesia juga mengalami perubahan.

Sukarno, Suharto, dan Joko Widodo, misalnya, mewakili berbagai era dan filosofi kepemimpinan dalam sejarah Indonesia. Tergantung pada permasalahan yang dihadapi pada saat itu, setiap pemimpin memiliki pendekatan dan prioritas kebijakan yang berbeda.

Dalam masyarakat Indonesia, selalu terjadi perdebatan mengenai perlunya identitas sejati dan gaya kepemimpinan yang efektif untuk masa depan. Banyak hal, termasuk tantangan sosial, ekonomi, politik, dan global, yang berdampak pada proses ini. Sistem demokrasi Indonesia memungkinkan warga negaranya untuk memilih pemimpin secara langsung dan mengambil bagian dalam pembuatan kebijakan, sehingga memungkinkan adanya keberagaman pendapat di kalangan masyarakat Indonesia.

Tergantung pada keyakinan dan nilai-nilai seseorang, mungkin ada beragam model kepemimpinan yang ideal. Meskipun sebagian orang mungkin menyukai pemimpin yang kuat dan otoriter, sebagian lainnya mungkin lebih menyukai pemimpin yang inklusif dan demokratis. Kepemimpinan masa depan Indonesia saat ini sedang dibahas, dan ada kemungkinan bahwa hal ini akan berkembang seiring berjalannya waktu.

Mungkin Dr. Nugroho DP menyarankan pembaca untuk membaca buku “Membaca Identitas”?

Wallahualam!

Semua peristiwa tidak lepas dari angin alam semesta. Bisa kuat bergemuruh, bisa hilang terbawa angin dan tak lagi penting diperbincangkan.
Tak ada yg mustahil dr semua kalkulasi, jika Alam dan sang Pencipta berkenan. Putusan MK boleh saja, apa yg terjadi belum tentu selaras….

Dr. Prasadja yang baik,

Terima kasih atas sudut pandang yang sangat psiko-spiritual, hasil refleksi seorang psikolog senior.

Seperti yang Anda sampaikan, kerumitan alam semesta, termasuk fenomena angin kosmis dan suaranya yang sangat besar, sungguh mempesona dan menunjukkan kekuatan Sang Pencipta yang tak terbatas. Seringkali, peristiwa-peristiwa tersebut berada di luar batas pemahaman kita, namun itu tidak berarti mereka tidak layak dibahas, karena diskusi dapat membantu kita memperluas pengetahuan dan pemahaman kita tentang alam semesta.

Sedangkan untuk keputusan Mahkamah Konstitusi, fluktuasi dan inkonsistensi sering terjadi dalam kerangka hukum manusia, yang berbeda dengan konsistensi yang tak tergoyahkan dari hukum-hukum alam semesta.

Keputusan tersebut mengingatkan kita bahwa sementara hukum dibuat oleh manusia dan dapat diubah, masyarakat perlu berusaha terus menerus untuk mengejar keadilan dan kebenaran, meskipun itu adalah proses yang berkelanjutan dan kadang-kadang tidak konsisten.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *