Categories
Begini Saja

Pemakzulan: Kritis Korektif atau Patologis?

Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari artikel Edy Suhardono yang pertama kali dipublikasikan di Facebook Edy Suhardono, “Pemakzulan: Kritis Korektif atau Patologis?”, 28 Januari 2015.

Sama-sama bertindak korektif, terdapat dua varian: tindakan yang memang korektif kritis atau patologis. Namun orang awam yang menilai cenderung menggabungkan unsur-unsur yang lebih berharga dan meremehkan kesalahan yang jelas sembari mengabaikan hasil observasi tentang kinerja sang aktor untuk digantikan dengan penafsiran yang lebih sesuai dengan aspirasi tentang kebaikan dunia (the just world).

Tindakan korektif patologis dalam bentuk penyimpangan baik karena warisan genetik, maupun perolehan pengalaman, kadang merupakan hasil keputusan tindakan yang dicemari kepribadian malformasi atau kepribadian traumatik akibat keterlukaan oleh ketidakadilan sosial di masa lalu. Pengejawantahan kritis patologis ini sering berupa brutalitas atau penerimaan terhadap cara-cara revolusioner. Secara literer pola tindakan korektif semacam ini sering dikaitkan dengan pola bertindak kalangan pengidap schizoidia.

Schizoidia diyakini para ahli kejiwaan sebagai hal yang memainkan peran penting untuk menjelaskan asal-usul kejahatan yang mengancam dunia. Para peneliti umumnya tertarik pada ide untuk memahami fenomena ini guna memahami peran kepribadian characteropathic terkait dengan kemunculan pathocracy. Ketika dilakukan rekonstruksi fase awal secara genesis, kebanyakan peneliti harus mengakui bahwa characteropathic memainkan peran penting dalam proses ini.

Dalam hal ini, resapan pengalaman dan pola pikir secara diam-diam telah menghancurkan alur penalaran dan kemampuan untuk memanfaatkan akal sehat sehat. Artinya, jika para schizoidist akhirnya menjadi pemimpin publik, mereka cenderung bertindak fanatik, melihat dengan mata kuda, berperan sebagai ideologist, mengandalkan status quo, dan secara pelan namun pasti menjadi bergeser ke arah psikopatik yang menganut pandangan positif tentang pemaksaan kehendak terhadap dunia.

Aktor sejenis umumnya mengadopsi ideologi yang sengaja diciptakan secara doktriner, melakukan berbagai bentuk propaganda aktif, dan menyebarkannya dengan egoisme patologis dan intoleransi paranoid yang boleh jadi berbeda dengan filosofi personal yang mereka anut. Mereka berusaha menginspirasikan transformasi berbasis ideologi guna membangun rumah patologisnya.

Sang aktor biasanya sangat sensitif dalam hal waktu. Mereka cenderung mengintensifkan waktu di setiap kegiatan publik agar dapat menyembunyikan penyimpangan mereka dari sorotan mata orang lain. Kondisi paranoid ini kemudian makin dimapankan untuk menjadi prinsip aktif. Menjelang akhir proses, sang aktor cenderung bertindak frontal terutama dengan melempar isu tentang pengambilalihan kepemimpinan.

Nah, selama sang aktor characteropathic ini memainkan peran dominan dalam gerakan sosial, ia akan sangat mengandalkan ideologi, doktrin, vulgarisasi, dan tuduhan tentang kesesaatan orang lain demi menjaga dan memelihara peran publiknya. Ideologi menjadi tumpuan aktivitas gerakan pembenaran motivasi untuk memimpin banyak orang.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.

 

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *