Categories
Begini Saja

Perilaku Orang Bermuka Dua

Sejumlah catatan dan tulisan Edy Suhardono mengenai motif berkuasa dan perilaku orang bermuka dua yang dihimpun dari Facebook IISA VISIWASKITA dan Facebook SoalSial.

Catatan via posting 13 Oktober

Para orang tua suka menyalahkan kawanan kodok ketika melihat anak kesayangannya jatuh di lantai. Alasan mereka untuk tidak menyalahkan anak kesayangannya adalah bahwa kodok-kodok telah telah membuat lantai menjadi licin. [Edy Suhardono, 2014]

PAN: Pernyataan Jalan Kaki Amien Rais Hanya ‘Guyon’, Jadi Jangan Ditanggapi Serius

Catatan via posting 10 Oktober

Keluarnya Ahok dari Gerindra menginspirasi orang dengan pertanyaan, “apakah demokrasi memerlukan partai politik?”

Jika semua politisi independen, mereka akan berbicara atas nama pikiran mereka sendiri daripada menggotong garis kebijakan partai yang menaungi, termasuk ketika partai mereka berkoalisi ria. Mereka mau tak mau harus berinovasi dan berani berbeda, mandiri, dan membangun reputasinya untuk mendapatkan daya tarik luas.

Namun yang berlaku saat ini, mereka adalah pemain bola partai demi mengejar karir mereka di partai. Karena alasan ini, lebih sering mereka kehilangan pertimbangan etika dan abai terhadap kebijakan yang lebih masuk akal semata demi memenangkan atau menentang sama sekali sesuatu yang mungkin bukan yang terbaik bagi rakyat. Tercerabutnya nilai-nilai sejati, kepercayaan publik, dan integritas tampak kian menjadi masalah krusial yang mencemari sistem demokrasi berbasis karir politik partai.

Are political parties necessary?

Catatan via posting 25 September

Menurut Anda, adakah penjelasan lain tentang pola perilaku orang yang bermuka dua kecuali penjelasan bahwa orang itu digerakkan oleh keterobsesian pada citra, status, atau gengsi sosial? Tidakkah para muka dua hampir selalu berhasil memperdaya orang baik dan jujur? Mereka lihai berpura-pura menyukai, meski sebenarnya membenci Anda.

Boleh saja Anda berpikir, ada sesuatu yang sangat salah dengan orang-orang seperti itu. Atau mungkin Anda berpikir bahwa mereka terlalu khawatir dengan apa yang orang lain pikirkan tentang mereka. Mereka mencoba menyesuaikan diri dengan standar orang lain tentang bagaimana mereka harus berpikir, bertindak, dan mempesona.

Apa tanda-tanda yang lebih cespleng untuk mendeteksi si muka dua? Ketika kebanyakan orang berpikir bahwa mereka “baik” atau “sopan”, mungkin saja Anda berpikir bahwa mereka secara naif berpura-pura. Jika Anda menempatkan diri menjadi mereka, mungkin Anda kadang-kadang harus memutuskan untuk berbohong agar tak menyakiti perasaan orang lain bahkan berpura-pura menyukai mereka.

Padahal, ketika Anda tidak menyukai seseorang, mungkin Anda akan mengabaikannya. Anda akan berlaku ramah kepada mereka dengan berpura-pura bertindak seolah-olah Anda berpihak namun kemudian Anda menggosip di belakang punggung mereka atau menyerang mereka setelah Anda tidak punya langkah lain yang lebih manis. Jika Anda sama sekali tidak menyukai seseorang, mengapa Anda harus menunjukkan bahwa Anda seolah menyukainya?

Tawaran Ditolak Paripurna, Fraksi Partai Demokrat Walk Out

Catatan via posting 22 September

Diperlukan hanya setetes nila untuk merusak susu sebelanga, terlepas apakah nila itu diteteskan oleh kelompok mayoritas atau minoritas, dilakukan pada awal atau akhir, gejalanya terlihat atau tak terlihat, atau efeknya terasakan atau tak terasakan. [Edy Suhardono, 2014]

Anis Matta Sebut Kekuatan ISIS hanya 300 Ribu Orang Dimusuhi 40 Negara

Catatan via posting 19 September

Jika Anda tidak mempercayai data, maka pada saat yang sama Anda tidak mempercayai diri Anda sendiri; sebab diri Anda adalah data dan data adalah “yang diberikan”. [Edy Suhardono, 2014]

Mengapa Politisi Tidak Mempercayai Data?

Catatan via posting 14 September

Di balik wacana MOTIF BBERKUASA terkandung suatu ambiguitas yang sangat subtil. Mengikuti konsistensi perkataan dan perbuatan dua tokoh yang saya angkat dalam tulisan ini dalam rentang berbagai kejadian politik di negeri ini, betapa sulit membedakan antara MOTIF BERKUASA yang digerakkan oleh kekuatan pribadi, penghargaan, kecintaan, dan passion; dan yang digerakkan oleh temperamen dan gaya perilaku yang seekadar untuk mendongkrak harga diri baik dengan mendominasi, mengancam, memaksakan kehendak, maupun melakukan tindak manipulatif di bawah panji “homo homonibus lupus”, manusia adalah serigala bagi sesamanya.

Sisi Ambigu dari “Motif Berkuasa”

Catatan via posting 12 September

Kita memiliki hanya dua pilihan: tirani yang berakibat terbunuhnya hak-hak sipil atau demokrasi yang harus berbudaya. Kita tidak mungkin memilih keduanya atau memilih tak satu pun dari keduanya. Memilih tirani yang tanpa pembunuhan terhadap hak-hak sipil adalah mimpi di siang bolong, dan memilih demokrasi tanpa budaya adalah kebodohan kolektif. [Edy Suhardono, 2014]

Alasan Bupati dan Wali Kota se-Indonesia Tolak RUU Pilkada

Catatan via posting 10 September

Ada tiga anggapan tentang sesuatu yang membuat seseorang memutuskan untuk membela, mencapakkan, atau melenyapkan: sesuatu itu adalah aset, beban, atau musuh. Aset adalah sesuatu yang harus dipertahankan, beban adalah sesuatu yang harus dikurangkan, dan musuh adalah sesuatu yang harus diperangi.

Gerindra DKI Malah Bahagia Ahok Hengkang

Catatan via posting 9 September

Kekuatan seseorang terletak pada pilihan sehari-harinya yang dibangun satu demi satu, bukan slogan musiman yang diusung secara gegap gempita. [Edy Suhardono, 2014]

Ahok Mundur dari Partai, Gerindra Dinilai Gali Lubang Sendiri

 

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *