Categories
Begini Saja

Prasangka, Puisi, dan Nilai

Sejumlah catatan dan tulisan Edy Suhardono mengenai prasangka, puisi, dan membangun brand dari nilai yang diperjuangkan yang dihimpun dari Facebook Soalsial.

Catatan via posting 24 April.

Merek dibangun dengan kesejatian, bukan dengan iklan. Merek adalah benang merah dari nilai-nilai yang diperjuangkan dan dijunjung tinggi, bukan yang ditegaskan dengan buih kata dan ragam simbol. [Edy Suhardono, 2014]

http://www.merdeka.com/jakarta/pejabat-naik-pesawat-jokowi-terlanjur-gandrung-kelas-ekonomi.html

Puisi Edy Suhardono:

TUAH KAWANAN LEBAH

Kawanan lebah beterbangan,

hinggap di pekarangan,

menganyam sarang,

mengggelantung di sudut rumah.

Si empunya rumah,…

Bacalah puisi selengkapnya di Tuah Kawanan Lebah.

Terlalu sedikit orang dengan sedikit konflik dalam hidupnya. Mereka adalah pribadi yang jujur pada diri sendiri. [Edy Suhardono, 2014]

Too few people with a bit of conflict in his life. They are an honest person for themself. [Edy Suhardono, 2014]

http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/04/22/29976/ketua-umum-ddii-kh-syuhada-bahri-ada-skenario-jalan-menuju-presiden-kristen/#sthash.q1qH4cuO.uAh9PWxD.gbpl

Catatan via posting 21 April.

Meski tahu rahasia ini, hanya sedikit orang yang mau melakukannya.

Do you know, why is he so fascinating? Because he consistently to be himself, while so few people who do this. [Edy Suhardono, 2014]

Jokowi only need be himself to continue his good run of luck and the sense of charisma that appears to build based in his populist but not assertive appearances.

http://communities.deakin.edu.au/deakin-speaking/node/607

Catatan via posting 20 April.

Ada puisi,
Ada politisasi.
Ada puisi politik,
Ada pula politisasi politik.
Dalam puisi semua dapat diungkapkan,
Sama halnya, dalam politik semua bisa terjadi.

http://politik.kompasiana.com/2014/04/19/misteri-puisi-fadli-zon-ternyata-untuk-prabowo–649297.html

Catatan via posting 18 April.

WASPADAI HEMBUSAN POLITIK “COLORISM”

Prasangka rasial merupakan penjelasan paling cespleng tentang keinginan memperoleh atau mempertahankan kekuasaan atas orang lain. Politik “Colorism” membedakan kelompok ras bukan berdasarkan keseluruhan kelompok berwarna kulit tertentu, tetapi berdasarkan atribut dan status yang dianggap lebih tinggi yang diasosiasikan dengan kekuatan dan kekayaan tertentu.

Mirip dengan rasisme atau prasangka, politik colorism memiliki konotasi merendahkan. Juga seperti rasisme, politik colorism dapat dianggap baik sebagai kesearahan (diperuntukkan bagi mereka yang lekat dengan kekuasaan dan status tertentu) atau ke-multi-arah-an (diperuntukkan bagi siapa saja yang memiliki warna kulit yang dijadikan alasan untuk merendahkan). Sisi ke-multi-arah-an potensial menjadi pemicu kerusuhan sosial-politik.

Perilaku, komitmen, dan persepsi politik seseorang yang dilandasi colorism berkorelasi dengan status sosial dan ekonomi di mana ia berada. Kluster status sosial dan ekonomi yang lebih rendah cenderung lebih banyak mengalami diskriminasi dalam kehidupan keseharian. Hal ini membuat mereka lebih membutuhkan titik solidaritas kelompok sebagai modus untuk mengentaskan diri dari persepsi tentang identitas politik yang terdiskriminasi.

Ketika mereka menemukan figur pemersatu yang menjanjikan, seperti Jokowi misalnya, mereka secara akseleratif mengalami penguatan solidaritas. Logika ini pula yang mendorong kalangan yang terancam oleh solidaritas ini kemudian membuat gerakan yang dipandu oleh dorongan ekstraksi colorism sebagaimana saya contohkan dalam artikel berikut:

http://antiliberalnews.com/2014/04/13/jokowi-ternyata-anak-pengusaha-china-solo-oey-hong-liong/

Baca lebih lanjut catatan-catatan Edy Suhardono lainnya di Facebook Soalsial.

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *