Categories
Begini Saja

Teori Dinamika Koalisi dan Aliansi

Seorang ahli di bidang Psikologi Politik, khususnya dalam dinamika koalisi dan aliansi antarpartai politik, adalah William H. Riker.[1] Ia terkenal karena kontribusinya terhadap teori-teori perubahan koalisi politik dalam konteks pemilihan umum dan proses pengambilan keputusan politik.

Secara ringkas, William H. Riker memiliki tiga gagasan utama. Pertama, dalam Teori Koalisi Politik, Riker merujuk pada pemilihan umum dan tindakan kolektif dalam konteks politik. Riker mengilustrasikan kecenderungan partai politik dan pemimpin politik untuk memaksimalkan kepentingan pribadi mereka demi memenangkan pemilu. Riker menekankan bahwa aliansi dan koalisi politik dapat berubah secara dinamis dari waktu ke waktu karena kecenderungan partai dan elite politik untuk bermanuver demi kepentingan mereka sendiri.

Kedua adalah Teori Pilihan Rasional. Di sini, Riker menggunakan teori rasionalitas, yang mengasumsikan bahwa aktor politik bertindak berdasarkan perhitungan rasional untuk mencapai tujuan mereka. Menurutnya, aktor-aktor politik, termasuk partai-partai, berusaha mengoptimalkan peluang mereka untuk mencapai tujuan-tujuan politik mereka dengan membentuk koalisi dan aliansi yang didasarkan lebih pada kepentingan pribadi daripada kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan negara atau bangsa.

Ketiga adalah Teori Siklus. Riker mengembangkan teori perubahan siklus dalam politik di mana partai dan koalisi yang berkuasa dapat mengalami pergeseran dalam hal pemilihan umum dan dukungan publik. Menurutnya, siklus ini terjadi karena adanya perubahan komposisi koalisi politik yang diakibatkan oleh aktor politik yang mengubah strategi untuk mendapatkan dukungan.

Gagasan Riker ini berperan penting dalam memahami dinamika politik, terutama dalam konteks koalisi dan aliansi politik. Riker menekankan pentingnya kalkulasi rasional dan dinamika kepentingan dalam pembentukan dan pemeliharaan koalisi politik, dan gagasan-gagasannya telah mempengaruhi penelitian dan analisis politik dalam berbagai konteks.

Maurice Duverger

Selain William H. Riker, pemikiran Maurice Duverger,[2] seorang ilmuwan politik Prancis yang dikenal karena kontribusinya dalam memahami sistem politik dan perilaku partai, termasuk perilaku pemilih dan struktur partai, juga banyak dikutip.

Pemikiran Maurice Duverger memiliki tiga poin utama. Yang pertama adalah Hukum Duverger, yang menjelaskan hubungan antara sistem pemilu dan struktur partai. Menurutnya, dalam sistem pemilu representasi proporsional (RP), setiap suara dihitung sebagai perwakilan partai, yang cenderung meningkatkan peran partai-partai kecil. Di sisi lain, dalam sistem pemilu berbasis Konstituensi, partai dengan suara terbanyak di setiap daerah pemilihan akan mendapatkan kursi terbanyak, sehingga partai-partai besar cenderung mendominasi. Dua konsep terkenal yang diperkenalkan oleh Duverger adalah “hukum peluang” dan “hukum ketidaksetaraan”. “Hukum peluang” mengacu pada efek sistem pemilu terhadap jumlah partai. Sebuah sistem pemilu proporsional dengan ambang batas rendah cenderung memiliki lebih banyak partai. Di sisi lain, “hukum ketidaksetaraan” mengacu pada efek sistem pemilu terhadap keberhasilan partai-partai besar dan kecil. Sistem pemilu seperti pemilihan satu putaran lebih cenderung menguntungkan partai-partai besar.

Yang kedua adalah “Teori Koalisi Duverger“, di mana dia membahas koalisi dan pembentukan pemerintahan koalisi. Teori ini menekankan bagaimana perubahan-perubahan dalam sistem pemilu memengaruhi kemungkinan koalisi dan aliansi antarpartai. Sebagai contoh, dalam sistem pemilu proporsional, partai-partai cenderung membentuk koalisi sebelum pemilihan umum untuk memaksimalkan peluang mereka memenangkan kursi. Menurutnya, dalam sistem pemilu proporsional dengan ambang batas yang rendah, partai-partai cenderung berkoalisi untuk memenangkan mayoritas, sedangkan dalam sistem pemilu dengan aturan yang ketat, partai-partai lebih cenderung berkompetisi secara independen.

Ketiga, Dinamika Partai. Duverger mengakui bahwa partai-partai tidak statis, tetapi berubah dari waktu ke waktu sebagai respons terhadap perubahan sistem politik dan tuntutan pemilih. Ia mengamati bagaimana partai-partai dapat berevolusi, bergabung atau membubarkan diri sebagai respons terhadap perubahan lingkungan politik. Meskipun fokus utama Duverger adalah pada sistem pemilu, gagasannya juga bisa diterapkan pada pembentukan aliansi politik antarpartai. Ketika partai-partai gagal meraih mayoritas elektoral, aliansi dapat dibentuk untuk memobilisasi dukungan dan membentuk pemerintahan yang stabil.

Maurice Duverger dianggap sebagai salah satu tokoh kunci dalam studi sistem politik dan perilaku partai. Ide-idenya tentang hukum pemilu, koalisi, dan dinamika partai telah memberikan kontribusi yang berharga untuk memahami bagaimana partai-partai berfungsi dalam berbagai sistem politik. Konsep-konsepnya dalam psikologi politik telah memberikan wawasan penting tentang bagaimana sistem pemilihan umum, perilaku pemilih, dan dinamika partai memengaruhi pembentukan koalisi dan aliansi politik dalam konteks politik. Meskipun karyanya paling dikenal dalam konteks sistem pemilu, gagasan-gagasannya memiliki implikasi yang luas bagi pemahaman kita mengenai bagaimana partai-partai bekerja sama membentuk pemerintahan.

Kontekstualisasi

William H. Riker dan Maurice Duverger adalah dua ilmuwan politik terkemuka yang telah memberikan kontribusi penting dalam studi sistem politik, termasuk dinamika koalisi partai. Namun, perlu dicatat bahwa fokus penelitian dan pendekatan mereka berbeda.

William H. Riker terkenal dalam ilmu politik karena konsepnya tentang ‘teori permainan’. Riker berpendapat bahwa keputusan politik dapat dianalisis sebagai hasil dari perilaku rasional aktor politik yang mementingkan diri sendiri. Dalam konteks dinamika koalisi partai, pendekatan Riker menekankan pada pengambilan keputusan rasional partai dan politisi untuk mendapatkan keuntungan dan kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, pendekatan Riker dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana partai-partai di Indonesia membentuk koalisi dan menggabungkan kepentingan mereka untuk meraih kekuasaan. Hal ini melibatkan perhitungan rasional tentang bagaimana partai-partai dapat memaksimalkan pengaruh mereka dalam pemerintahan.

Hukum Duverger dari Maurice Duverger menekankan bahwa sistem pemilu satu putaran (seperti yang cenderung diterapkan dalam pemilihan umum di Indonesia) cenderung menghasilkan sistem kepartaian yang lebih terpecah-pecah dan beragam, karena partai-partai berkompetisi memperebutkan suara berdasarkan suara terbanyak. Dalam konteks Indonesia, teori Duverger dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa banyak partai yang berkompetisi dalam pemilihan umum. Hal ini menyebabkan terbentuknya koalisi antara partai-partai yang berbeda untuk mendapatkan suara mayoritas dalam proses legislatif.

Kedua teori ini cocok untuk menjelaskan dinamika koalisi partai di Indonesia. Teori Riker menekankan pada kalkulasi rasional dan strategi individu politisi, sedangkan teori Duverger menekankan pada pengaruh sistem pemilu terhadap pola koalisi partai. Dalam praktiknya, pemahaman yang komprehensif mengenai dinamika koalisi partai di Indonesia membutuhkan pengintegrasian elemen-elemen dari kedua teori tersebut.

Tentang Penulis: Edy Suhardono adalah Pendiri IISA VISI WASKITA dan IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. Pengamat Psiko-Politik. Penulis buku “Refleksi Metodologi Riset: Panorama Survey” (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001). Ia juga penggagas SoalSial. Ikuti ia di Facebook IISA dan Twitter IISA.


[1] Riker, William H. The Theory of Political Coalitions. New Haven: Yale University Press, 1962.

[2] Duverger, Maurice. Party Politics and Pressure Groups: A Comparative Introduction, trans. David Wagoner. New York: Thomas Y. Crowell Company [Don Mills: Fitzhenry & Whiteside, Ltd..], 1972.

Terima kasih telah membaca. Beri komentar Anda tentang artikel ini.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *