Game: Mempengaruhi atau Dipengaruhi?
Seseorang dapat saja membuat keputusan untuk mengambil pistol dan kemudian menembak orang lain. Pertanyaannya, apakah ketika seseorang yang menonton film atau memainkan permainan kemudian akan meniru tindakan itu? Lantas, apa faktor utama yang mempengaruhi keputusannya? Setiap keputusan didasarkan pada pengalaman masa lalu dan kondisi masa lalu dapat digunakan sebagai titik acuan untuk pembuatan keputusan saat ini. Setiap orang memiliki kekhasan dalam membangun dan mengekspresikan diri. Setiap pribadi bahkan terus melakukan internalisasi dan eksternalisasi dunia, dipengaruhi oleh, sekaligus mempengaruhi, kekuatan luar, termasuk orang lain atau lembaga.
Setiap orang memiliki “budaya pribadinya sendiri”, yang membentuk pandangan dan keputusan tentang dan terhadap dunia. Dengan pemahaman bahwa game adalah suatu bentuk permainan, hiburan, rekreasi, olah raga, atau wahana, yang melibatkan aturan main khusus, memerlukan set peralatan, bahkan membutuhkan keterampilan, pengetahuan, dan daya tahan; di dalam game tersirat oposisi dalam diri pemain. Salah satunya adalah oposisi antara “pemenang” dan “pecundang.”
Hal tersebut bukan hal baru yang harus dianggap spektakuler atau menghebohkan. Sebab selama ratusan tahun anak-anak telah terlibat bermain game. Beberapa permainan memiliki konotasi negatif, misalnya: perang dan pencurian; tetapi juga konotasi positif, misal: bermain peran dan melakukan sport. Bedanya, dewasa ini game telah berubah menjadi video game dan bukan lagi sebuah permainan fisik. Seperti dibahas sebelumnya, video game memiliki kualitas baik yang positif, maupun negatif seperti pada game di masa lalu. Jadi game adalah suatu wahana universal yang mempersyaratkan beberapa keterampilan untuk memainkannya, baik secara fisik maupun mental, untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Orang juga menggunakan game sebagai strategi untuk melakukan konstruksi. Pengambilan jarak terjadi ketika pemain menggunakan kemampuan refleksi untuk memperhitungkan pengalaman masa lalu, mengekstrapolasikan masa depan, dan mempengaruhi situasi saat ini. Pengambilan jarak melalui game memudahkan seseorang dalam melakukan rekonstruksi makna. Ketika orangtua meminta anak menggambarkan pengalamannya di masa lalu, secara mental anak harus bisa memisahkan antara dirinya sendiri “di sini dan kini” untuk dapat merekonstruksi suatu respon. Di dalam hal ini, game memudahkan anak untuk melakukannya. Dengan demikian, anak menggunakan game sebagai cara pengambilan jarak realitas yang memudahkannya membangun makna terkait pemecahan masalah.
Artikel Terkait:
Bermain atau Dimainkan Gadget? │ Bagian 1
Bermain atau Dimainkan Gadget? │ Bagian 3
Bermain atau Dimainkan Gadget? │ Bagian 4
Artikel ini diperiksa dan disunting ulang dari naskah asli, dan dibagi menjadi 4 bagian. Naskah aslinya merupakan materi presentasi DR Edy Suhardono sebagai salah satu pembicara/narasumber untuk Talkshow “Gadget: Kebutuhan Dan Resiko Kecanduan”, yang diselenggarakan oleh Seksi Kerasulan Keluarga, Seksi Kepemudaan, dan Seksi Komunikasi Sosial Paroki Santo Stefanus Cilandak, Jakarta Selatan, 14 Juni 2014.